Posted in Komunikasi, Resensi

Review Film “Janji Joni”

Selama ini kita hanya bisa duduk manis di bioskop dan menikmati setiap scene film. Selama ini kita hanya bisa menuntut film yang ingin kita tonton diputar tepat waktu. Tapi pernahkah kita membayangkan perjuangan seorang pengantar rol film yang akan kita tonton menghadapi halangan dan rintangan hanya untuk memenuhi keinginan-keinginan kita?

SETELAH sukses dengan film Arisan!, Nia Di Nata dan Joko Anwar tampaknya ketagihan untuk menumpuk berbagai penghargaan di bidang film. Janji Joni yang diluncurkan ke pasaran beberapa bulan lalu merupakan film Joko Anwar dengan Nia Di Nata sebagai produsernya. Dengan di-syut medium film seluloid 35 mm dan hanya menghabiskan masa syuting 20 hari pada bulan Januari 2005, film yang diproduksi oleh Kalyana Shira Film ini cukup sukses menyabet berbagai penghargaan.

Narasi

SECARA umum film ini bercerita tentang anak muda berusia 22 tahun bernama Joni (Nicholas Saputra). Dia bekerja sebagai pengantar rol film (day and date) dari bioskop satu ke bioskop lainnya. Suatu waktu ia melihat penonton wanita yang sangat mempesonanya yang belakangan diketahui bernama Angelique (Maria Renata). Ia ingin berkenalan dan mengetahui nama wanita tersebut tanpa mempedulikan cowok yang berada di samping wanita itu (Otto, Surya Saputra).

Namun, wanita tersebut hanya mau memberi tahu namanya bila Joni dapat memenuhi janjinya untuk mengantar rol film yang akan ia tonton tepat waktu. Dikira mudah, dengan pertimbangan selama setahun belakang ia tidak pernah terlambat, Joni mengamini persyaratannya. Nah, cerita mulai seru ketika diperlihatkan bagaimana perjuangan Joni untuk memenuhi janjinya tersebut. Lingkungan di sekitarnya seolah-olah berkonspirasi untuk membuatnya terlambat menepati janji.

Banyak sekali rintangan dan hambatan yang harus dia hadapi. Diawali dengan Motor Honda CB keluaran tahun 70-an miliknya yang dibawa kabur maling, ketika ia membantu seorang kakek buta yang hendak menyeberang jalan. Demi menepati waktu mengantar rol film, ia tidak mempedulikan motornya yang dicuri tersebut. Segera saja dia naik taksi untuk melanjutkan “perjuangannya”. Sedihnya, supir taksi, Jaka. S (Barry Prima), yang ia naiki malah mengajak ngobrol tentang isterinya yang sedang hamil (Adethasa). Hal ini tentunya membuat perjalanan mereka semakin lambat. Joni mulai muak dengan supir itu, dan ketika ia hendak marah, tiba-tiba di pinggir jalan, ada seorang wanita yang ingin melahirkan. Kontan saja supir itu langsung berhenti karena rupanya wanita tersebut adalah isterinya.

Ketika joni hendak keluar dari taksi, wanita tersebut malah menarik-narik bajunya sehingga dengan terpaksa Joni menemani pasangan suami – isteri itu ke rumah sakit. Langkah Joni pun kian terhambat. Joni bahkan sempat pingsan di rumah sakit karena letih. Ketika tersadar, ia kaget dan harus melanjutkan perjalanannya. Joni berlari dengan kencang menuju bioskop, lorong-lorong sempit di daerah Jakarta ia lewati sendiri dengan harapan janjinya dapat terpenuhi.

Namun, lagi-lagi di tengah jalan ia mendapat hambatan. Ketika hendak bertanya sesuatu kepada seseorang, ia malah membuat kekeliruan karena bertanya pada orang yang salah. Orang yang hendak ditanya adalah bintang film yang sedang syuting di lokasi yang ia lalui. Sang sutradara (Ria Irawan) pun tertarik dengan “acting” Joni yang tanpa sengaja itu, ia malah disuruh menjadi figuran di beberapa scene. Joni bingung. Namun, karena aktris dalam film tersebut memohon kepadanya, Joni pun bersedia dengan berat hati.

Setelah menjadi “figuran” dadakan, Joni pun harus berinjak pada persoalan lain. Ketika melewati sebuah gang, ia melihat seorang gadis yang bernama Voni (Rachel Maryam) sedang berdebat dengan seorang perampok (Fedy Nuril). Voni berusaha mempertahankan tasnya dari perampok yang belakangan diketahui bernama Jeffrey itu. Melihat sebuah ketidakadilan, Joni menolong gadis tersebut. Tapi apa yang terjadi, lagi-lagi Joni tertipu. Tas yang Joni titipkan ke gadis tersebut justru dibawa lari ketika ia sedang melakukan tawaran dengan Jeffrey. Joni bingung melihat Jeffrey kabur yang awalnya mau merampok Voni. Kontan saja ia tersadar ketika tidak adalagi Voni di sampingnya. Dan baru sadar bahwa ia tengah ditipu oleh keduanya.

Joni semakin bingung dan lelah, karena tas yang dibawa berisi rol film yang harus ia antar. Di tengah perjalanan mengejar Voni, ia bertanya kepada anak kecil yang bernama Toni (Dwiky Riza). Rupanya anak kecil tersebut adalah adiknya Voni. Lalu ia mempertemukan Joni kepada Voni dan Jeffrey di sebuah tempat di mana Voni dan Jeffrey sedang audisi band. Menurut pengakuan Jeffrey dan Voni, mereka mencuri tas tersebut untuk biaya audisi band tersebut.

Dalam audisi band itupun, Voni dan Jeffrey masih mempunyai masalah. Drummernya tak kunjung datang sementara waktu yang disediakan mau habis. Lalu, Jeffrey minta tolong Joni untuk menggantikan sementara posisi drummernya. Akhirnya Joni menuruti permintaan Jeffry dengan syarat ia harus mengembalikan tasnya setelah audisi. Audisi berhasil, band Jeffrey pun lolos. Namun, masalah kembali lagi muncul ketika Voni bilang ke Joni bahwa tas yang ia curi darinya sudah dijual kepada raja pencuri Adam Subandi (Sudjiwo Tedjo). Raja Pencuri tersebut merupakan collector yang akan mengadakan pameran barang-barang seni hasil curian. Merasa telah ditolong, akhirnya Voni mengantarkan Joni ke rumah Raja Pencuri. Dan akhirnya Joni berhasil mendapatkan tasnya setelah sebelumnya berdebat panjang lebar.

“Kisah-kisah” perjuangan yang dialami Joni yang banyak memakan waktu menyebabkan ia terlambat mencapai bioskop. Para penonton di bioskop tersebut pulang karena rol film untuk scene selanjutnya tidak bisa diputar. Janji joni dengan Angelique pun gagal ditepati. Ketika sesampainya di bioskop, Joni terduduk layu. Ia tidak bisa menepati janjinya tersebut. Namun, Angelique tidak marah, ia tetap memberitahu siapa namnaya dan membujuk Joni suapaya minta tolong proyeksionis Ucok (Gitto Rollies) memutarkan scene terakhir buatnya. Ucok pun mengamini permintaan mereka berdua.

Editing / Penyuntingan: Plotting Waktu yang Irrasional )

Film yang diawali dengan penjelasan karakter tokoh ini tampil begitu menyegarkan. Pembukaan film diawali dengan perkenalan karakter dengan cepat dan efektif. Gambar-gambar yang indah serta animasi yang bercerita bagaimana dua bioskop bergantian memutar sebuah kopi judul film yang terdiri dari enam rol semakin memperkaya tampilan visualnya. Film ini juga menjelaskan adegan-adegan yang rinci dalam memperkenalkan karakternya. Seperti sosok raja pencuri Adam Subandi yang diperkenalkan lewat poster di sela-sela adegan. Namun, ada beberapa hal fatal yang sangat mengganggu film ini, yaitu plotting waktu.

Kelemahan dalam penyuntingan terlihat pada plotting waktu yang irrasional. Diawali dengan cerita hilangnya motor Joni. Kejadian ini terjadi setelah beberapa adegan film yang ditonton Angelique dan Otto mulai diputar. Joni sempat sekali membawakan rol film untuk melanjutkan film yang tengah diputar. Dengan asumsi bahwa sebuah film terdiri dari enam rol dan setiap giliran diputar dua rol, berarti Joni tengah membawa dua rol terakhir saat terjadinya insiden. Kalau rata-rata durasi satu film adalah 120 menit, sementara giliran kedua tengah berjalan, berarti waktu Joni tersisa sekitar 40 menit supaya tidak terlambat.

Namun, rangkaian peristiwa yang menghambat Joni justru tampaknya tidak mungkin berlangsung selama 40 menit. Yang menjadi pertanyaan adalah hilangnya kerangka waktu yang bisa menjadi patokan penonton. Sempat dalam sebuah adegan Joni berkata, “30 menit lagi”. Dalam hal ini, Janji Joni kelihatan kurang mempertimbangkan aspek logis waktu. Selain itu, runtutan kejadian seakan-akan menjadi sebuah kebetulan yang tidak wajar ketika dihadapkan pada logika waktu yang digunakan.

Penyutradaraan

Janji Joni merupakan ide Joko yang terinspirasi masa lalunya ketika menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Waktu ia menonton di bioskop, ia sering mendapat gangguan teknis. Sehingga mengganggu keasyikannya menonton film. Ia pun sewot. Namun, hal tersebut berubah 180 derajat ketika mengetahui bahwa gangguan tersebut bukan terletak pada hal teknis operasional, tetapi pengantar rol film yang biasa disebut day and date mengalami kecelakaan, sehingga film yang seharusnya diputar menjadi terlambat. Pengalaman ini sangat menyentuh Joko, sehingga ia menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ia seperti tersadar bahwa peran pengantar rol film begitu penting. ia turut berperan dalam menentukan apakah penonton dapat menikmati film atau tidak.

Joko Anwar sebagai penulis skenario sekaligus sutradara ingin mencampuradukkan suasana Jakarta sekarang dengan suasana Jakarta di tahun 70-an. Sehingga dalam pencarian lokasi syuting pun mereka harus berpetualang keliling Jakarta. Eksterior bioskop Megaria berikut lobi bioskop di daerah Kota sengaja dipilih untuk mendukung atmosfer 70-an. Singkatnya masa syuting di samping untuk efisiensi waktu dan menekan cost production secara tidak sengaja memang sesuai dengan jiwa Janji Joni yang terburu-buru, tergesa-gesa, dan berusaha tepat waktu.

Film yang yang 90% scene-nya pada siang hari ini memang sangat dinamis. Visual dan soundtrack yang mendukung pun sangat sesuai dengan jiwa Janji Joni. Sebanyak 12 band indie yang namanya cukup terkenal bagi pecinta musik berkumpul di album ini. Ada The Adams, Sajama Cut, The Jonis, Teenage Death Star, Media Distorsi, Tomorrow People Ensamble dan Zeke & the Popo, dan lainnya. Sementara post-production dikerjakan di Bangkok yang meliputi negative cutting, color grading dan sound mixing dengan menggunakan tata suara Dolby Surround Digital.

Karakteristik yang Bertabur Bintang

Joko Anwar berusaha menekankan titik perhatiannya pada tokoh dan karakter yang ada dalam Janji Joni. Diawali dengan penjelasan-penjelasan singkat mengenai tokoh utama dengan kalimat-kalimat pengantar yang tegas, berikut karakter-karakter penunjang yang juga dijelaskan secara singkat namun padat. Seperti supir taksi, penonton, penipu, bahkan raja pencuri yang dijelaskan dari awal dengan poster-poster pameran yang akan diselenggarakan.

Selain Nicholas Saputra dan Mariana Renata yang menjadi tokoh utama, banyak bintang-bintang kawakan serta bintang muda berbakat yang menjadi figuran dan pemanis film ini. Sebut saja sepeti Tora Sudiro, Winky Wiryawan, Barry Prima, Ria Irawan, Indra Birowo, Robby Tumewu, Ria Irawan, Jajang C. Noer, Hayam “Seurieus”, Bagus Netral, Ananda Mikola, Aming Sugandhi, Tantowi Yahya, bahkan sang produser sendiri, Nia Di Nata, turut meramaikan.

Aspek Sosial

Kisah yang diangkat dalam Janji Joni sangat simpel dan sederhana. Bagaimana sebuah realitas sosial dewasa ini digambarkan dengan bahsa-bahasa yang lugas dan penuh kritik sosial di beberapa dialog. Bagaimana tokoh Joni, seorang pengantar rol film, diangkat menjadi begitu penting di sini. Joni digambarkan sebagai sosok pahlawan dari kelas sosial rendah yang menjadi penentu akhir bagi penonton film di bioskop. Ia berusaha mengangkat sebuah profesi yang luput dari perhatian banyak orang.

Namun, Joko tidak sekedar mengangkat satu profesi saja, ia juga menggambarkan bagaimana karakter sebenarnya orang-orang yang bekerja di balik pembuatan film. Penulis skenario, kameramen, sutradara, produser, serta artis dituturkannya secara sekilas namun cerdas. Sebagai contoh tampak pada adegan di mana Joko menggambarkan seorang produser yang lebih mementingkan untung dari pada materi film itu sendiri. Joko tampaknya ingin memberitahu kita bahwa masih banyak produser film Indonesia yang seperti itu.

Rangkaian insiden yang dialami Joni pun secara implisit ingin menghadirkan parodi terhadap realitas sosial saat ini. Intinya adalah ingin menunjukkan bahwa bagaimana orang yang berniat baik justru sering menjadi korban. Ini tampak pada beberapa adegan ketika ia hendak melapor kepada polisi karena motornya hilang. Bagaimanapun, Janji Joni mengusung tema – tema cerdas yang tidak biasanya.

Sumber: www.janjijoni.com, www.wikipedia.com, www.layarperak.com, www.indomovie.com, www.bacayo.net, Eri Anugerah dalam Kompas, Minggu, 23 April 2005, www.sinemaindonesia.com, Eddy Iskandar dalam Unjuk Kreasi Sineas Muda, April 2005, www.pikiranrakyat.com)

 

Sutradara : Joko Anwar

Penulis Skenario : Joko Anwar

Diproduksi oleh : Nia Di Nata

Distributor : Kalyana Shira Film

Durasi : 85 menit

Lama Produksi : 20 hari

Pemeran dan tokoh :

Author:

He calls himself a simple social butterfly as he frequently engages in social media such as blogs and micro blogging. Indonesian living in Singapore.

5 thoughts on “Review Film “Janji Joni”

  1. FILM nya sih dah cukup lama y, bagus sih yah nama nya sih joni gitu deh,salut deh ats prjuangan pengantar roll film,yang berkorban dan ngadepin berbagai rintangan u/ nepatin janjinya gr tpt waktu,gitu deh!!!!!!!

    semangat!

  2. baru sempet nonton nih film di tahun 2016, itu pun karena diputar di TRANS TV. soalnya di tahun 2005 masih bokek…kek…kek…..anyway secara keseluruhan “gagal paham” sama konsep ceritanya…..atau memang otak saya nggak nyampe ya (kasian)….hehehe…buktinya nih film banyak dapetin penghargaan…….

Komen dong kakak...

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s