Posted in Diary

Sukses Terbesar dalam Hidupku

Disclaimer: This is what I literally wrote when I was applying for LPDP scholarship back in 2013

MENJADI satu-satunya anak yang mengenyam pendidikan tinggi di keluarga jutsru merupakan sebuah beban tersendiri bagi saya. Sebagai anak ke-8 dari 9 bersaudara, saya merasa bahwa ada yang salah dengan pendidikan dan lingkungan di mana saya menghabiskan masa kecil dulu. Kedua orang tua saya yang bahkan tidak khatam mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar, menjadi motivasi tersendiri untuk saya tumbuh dan berkembang.

Saya menjadikan kondisi keluarga yang kurang mampu secara ekonomi sebagai bahan bakar untuk bekerja keras dan lebih keras lagi. Salahsatu motivasi terbesar saya adalah menghajikan kedua orang tua saya sejak saya kecil. Bagaimana caranya?

Saya percaya bahwa keyakinan dan doalah yang membawa kita hingga ke titik ini. Belajar yang tekun dan giat telah membawa saya menerima beasiswa sejak SD hingga bahkan lulus dari Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahkan selama saya berkuliah gratis di UGM, saya juga berhasil mendapatkan beberapa beasiswa lagi seperti beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik, beasiswa Leadership dari PPSDMS Nurul Fikri, hingga beasiswa dari AusAID untuk berkuliah selama 1 semester di University of Canberra, Australia.

Selama saya berkuliah di Australia, saya memanfaatkan waktu senggang dengan bekerja paruh waktu sebagai cleaning service. Ketika teman-teman kampus nongkrong di cafe, makan di mall dan aktif di berbagai acara kedutaan, saya justru harus membersihkan lantai dan meja di kantor Pajak Canberra, Australia.

Alhasil, uang hasil jerih payah saya setiap sore di kantor pajak tersebut berhasil saya tabung untuk dijadikan modal awal keberangkatan haji ibu saya tahun lalu. Tepat di pertengahan 2008, saya menelpon kakak perempuan saya untuk mendaftarkan ibu saya melalui tabungan haji di Bank Mandiri. Dengan modal awal 20 juta, maka satu kursi di 2011 berhasil saya amankan untuk ibu saya. Saya merasa, inilah prestasi terbesar saya selama ini. Dan kelak, saya ingin kembali ke tanah suci bersama beliau.

Ketika kita dapat membuat orangtua kita tersenyum dan bahagia, di situlah letak kebahagiaan tertinggi seorang anak. Karena setelahnya, kesuksesan-kesuksesan lainnya akan terus mengikuti. Mimpi-mimpi yang pelan pelan terkabul adalah buah yang dipetik dari doa-doa yang dipanjatkan seorang ibu. Dari sini saya sadar bahwa setiap langkah apapun yang kita lakukan adalah buah yang kita semai dari restu orang tua dan Tuhan.

Namun, hingga di titik ini saya berdiri, saya tidak pernah merasa puas atas pencapaian yang saya miliki. Selama saya masih memiliki kesempatan untuk berbagi dan terus membahagiakan orang orang di sekitar saya dan menginspirasi orang lain untuk maju dan berubah, itu saya anggap sebagai bentuk kebahagiaan dan kesuksesan sejati.

Author:

He calls himself a simple social butterfly as he frequently engages in social media such as blogs and micro blogging. Indonesian living in Singapore.

Komen dong kakak...