Kubisa diam kalau kau serat
Kubisa bilang bila kau tenang
Cukuplah Rhein hati ini
Deralah Rhein mayatku kini
Karena cukuplah ruh yang kupunya
Tercabik lengkap lewat di dada
Dunno disturb my eyes now
Let them alone with those faces
Tak terkira perihnya hingga
Rhein tertega yang kupunya
Resapi sukma belenggu air mata
Cukup sudah Rhein..
Jiwa kini tersungkur gunung
Tangan ini terpenggal jantung
Sebegitukah cintamu
Maukah kejam ataukah lara?
Ataupun sadis mungkinkah murka?
Tak tahu khilafku letak
Adakah sillah di sana
Termungkinkah kapabilitas ada?
Kekinian anomali hartaku punya
Jogja, 11 januari 05
Hati ini malu. Jiwa ini sungguh tak tahu malu
Kepada Mu Rabb aku Cuma bisa meminta
Sementara sujud lengang terjaga
Kemudian ruang maghfirah itu selalu ada
Aku malu Rabb
Hati ini malu. Jiwa ini sungguh tak tahu malu
Kepada Mu Rabb aku Cuma bisa meminta
Terasa kecil makhluk ini
Kikis sudah sombong ini
Keajaiban Mu yang teralami
Menyuburkan imanku yang sempat terongrong
Aku malu Rabb jiwa ini sungguh tak tahu malu
Langit yang dipinta selalu ada
Namun sujud yang tersedia sarat lengang adanya
Aku malu Rabb
Berilah istiqamah dan kekuatan hambamu yang maha kerdil ini.
Jogja, 11 januari 05
Fuck!! …
Suck!!
Bullshit!!
Asu
Segawon
Bajigur
Anjrit
Wuteva….you’re so…cuih!
Sebegitu parahkah arti sebuah kebencian?
Eit..bukan benci kawan. Mungkin seorang aku tidak punya banyak kosa kata untuk melukiskan sebuah perasaan kecewa dan kesal
Dan yang terdengar hanya umpat dan caci maki bernada sopan
Di mana sih arti sebuah teman bagimu?
Sebegitu mudahkah kamu melupakan apa yang telah aku berikan kepadamu?
Sehingga kata yang keluar dari mulutmu hanya: urusanmu!!
Lupakah engkau ketika malam aku rela membantumu membuat paper
Lupakah kamu ketika itu aku membantumu mencari dosen karena salah jadwal ujian!
Maaf kawan..aku juga telah banyak merepotkanmu selama ini. AKu dengan tak tahu malu nebeng di belakang jok motormu. Aku yang tak bermateri ini suka pinjem duit. Aku yang kemarin bermasalah minta dianterin keliling jual hp. Namun, apakah demikian caramu melampiaskan rasa ‘kerepotanmu atau keterpaksaanmu membantu’ kepadaku..
Picik sekali engkau kawan..
Bilang saja kalau selama ini kamu hanya menahan …merasa tidak enak kalau tidak membantu teman.
Bukan. Bukan, bukan itu teman. Bukan yang itu sahabat! Dan bukan itu inginku!
Aku Cuma butuh pengertianmu. Rasa empatimu. Senyummu ketika aku senang. Dan tangismu ketika aku susah. Dan tatapan seriusmu ketika aku berkesah.
Aku Cuma butuh teman-butuh teman. Sederhana saja,
Memang tak adil. Aku begitu egois, teman? Kita sudah tak memahmi lagi…
Dan tepukan khas pertama kali berkenalan sudah tak hapal untuk dipraktikan..
Sangat disesalkan…
Cerita lama yang kembli terulang. Friendship is bullshit?
Jogja, 7 januari 05 setelah ujian agama
Mon, apakah kamu masih punya cinta?
Apakah kamu masih menyimpan harta itu?
Apakah kamu sudah punya cukup nyali untuk berkata ‘ya’ padaku?
Apakah rasa sayangku masih lekat di benakmu?
Apakah surat itu kau simpan baik-baik?
Apakah masih ada secuil rasa di hatimu?
Apakah masih ada waktu untuk mendengar peluhku?
Apakah tugas-tugasmu sudah selesai kamu kerjakan? Sehingga aku yakin tak terabaikan?
Apakah orangtuamu sudah mengerti kalau perkawinan mereka diawali dari apa yang kita lakukan saat ini?
Apakah adikmu maih sayang padaku?
Apakah kamu selalu pulang malam?
Apakah kamu masih ingat ngenet di warnet di dekat rumahmu?
Apakah kamu juga sering memakai syal ungu dariku?
Apakah minuman kesukaanmu masih air jeruk ditambah sedikit susu?
Apakah bedak taburmu masih di beli di toko Jhon Guttenberg?
Apakah kamu ingat ketika menangis di pundakku?
Apakah kamu sudah sudah yakin bahwa aku bukan pilihanmu?
Apakah aku terlalu cacat dan sebegitu buruk untukmu?
Apakah aku terlalu cuek untuk ukuran laki-laki?
Apakah aku terlalu naïf untuk sebuah cinta?
Apakah dan apakah?
Dan jutaan apakah yang masih tersimpan di gudang benak bersarang cinta masih menunggu untuk teriak
Karena kamu begitu sempurna untukku……….
Dan masihkah kamu memberikan celah itu untukku lagi……
Jogja, 7 januari 05
Seorang teman sama seperti baju yang kau kenakkan sehari-hari
Balutan busana rapi untuk kemudian lesuh akan setia menanti. Teman akan setia menutupi kejelekkan-kejelekkanmu. Berusaha menahan aroma tubuhmu yang bau seperti bangkai. Seorang teman akan setia…akan setia
Jogja, 7 januari 05
Pergi dan teriak di luar sana
Hentamkan kakimu jangan kau lupa
Pegangi kudamu. Lepaskan sayapnya
Ataukah aku harus menunduk melupakan kisah usang itu?
Tinggalkan saja aroma tubuh busukmu!
Larilah ke perpustakaan kemarin
Jangan siakan kasih si bungsu
Hentak-hentakkan peln-pelan
Detak-detakkan jantungmu kawan
Sedang tanganku terlalu besar untuk ukuran lawan
Lewat saja kau akan tamat
Kiamatmu hamper dekat
Syukurilah kawan riwayat aku.
Jogja, 11 januari 05
Seorang ibu adalah manusia sempurna. Walau ku
tahu tak ada manusia sempurna kecuali utusanNya.
Namun, bukan berarti aku mau menyamakan beliau
nabi. Namun, hanya itu yang bisa kuukirkan
untuk mendesripsikan bundaku. Tiap pagi, ibu
dengan setia membangunkanku. Apalagi ketika
puasa itu. Matanya paling dini untuk terbelalak
sana. Tubuhnya yang lemah sangat kuat
tuk anandanya tercinta. sementara
kita memang tidak tahu malu
Bisanya hanya berkata: hai ibuku sayang. Adakah seuntai konkret
buat ibu?
Ibu terlalu lemah untuk menampar anaknya yang kurang ajar. Ibu
Terlalu baik untuk memberi maaf se-MalinKundang. Ibu
terlalu tabah tuk setiap luka
Dan aku terlalu durhaka tak bisa berbuat apa-apa untuk membahagiakan ibuku.
Jogja, 11 januari 2005
Saya suka ini…..
Pernahkah anda merasa mengenal seseorang dengan sempurna?
Dan anda merasa sok tahu atas hidup dan matinya
Lalu anda menghakimi tentang jadwalnya ketika suka dan duka
Dan seakan-akan anda tahu kapan seharusnya ia tersenyum ataupun murung
Dan ketika anda yakin dengan semua hal di atas, maka
Tanyalah..
Tahulah anda: anda akan merasa sangat menyesal
Betapa bodohnya anda! Anda tak kan pernah tahu
Bahwa di balik senyumnya terdapat jasad yang tergeletak luka parah
Dan seseungguhnya perbuatan anda yang anda kira biasa saja
Adalah seperti merazamnya
Racun itu jauh melesak ke sel-sel hati
Dan semakin ia tertawa keras, maka
Anda hanya akan menjadi badut sempurna di sana
Karena sungguh, kelenjar airmatanya telah mongering
Terganti air kencing
“Selamat menjadi manusia tak berperasaan…!”
Saya suka ini…
Jogja, 3 Maret 05
Pernahkah anda mengalami bingung pada tataran konstelasi?
Lalu anda berkeras bahwa stagnasi adalah segalanya
Memutuskan apa yang seharusnya berdosa untuk dilakukan
Maka anda tidak akan berkembang
Anda hanya akan berlari-lari pada kerangka kekerdilan anda sendiri:
Tak pernah berlapang dada atas apa yang maha terbaik untuk anda
Dan ketololan anda semakin menjadi dan mewabah
Atas sikap yang anda perlihatkan
Baiklah, mungkin saat ini anda merasa
Bahwa keputusan yang anda ambil adalah yang mendekati sempurna: dengan dalih memeras otak…
Maka, berpikirkah anda jenis otak apa yang bersarang
Di kepala anda saat ini?
Jogja, 8 Maret 05