Posted in Diary

Hartini van Rijssel

SEKITAR satu bulan lalu di sebuah kafe di bilangan Gejayan, Jogja, tanpa sengaja saya berkenalan dengan sosok perempuan biasa dan wajar. Ia tampak biasa. Perempuan muda, cantik, menarik, laiknya perempuan Jogja lainnya dengan senyum simpul di tiap akhir patah kata. Wajar bukan?

Namun saya salah besar, ada yang berbeda dengan perempuan berkulit hitam manis ini. Aksen bahasa Indonesianya yang berbeda jelas menunjukkan bahwa dia bukan orang Indonesia. Namanya Hartini van Rijssel. Nama yang cukup jelas menggambarkan bahwa dia berasal dari negeri kincir angin, Belanda.

Kesehariannya diisi dengan mengajar biola dan konser, baik di dalam maupun luar negeri seperti Spanyol, Jepang, Italia, Jerman dan Irlandia. Dia juga mengajari kelompok biola dari orkestra mahasiswa Mira di Universitas Groningen.

Perbincangan pun berlanjut tentang alasan keberadaannya di sini. Berikut keterusikkan saya akan sosoknya yang sangat Jawa. Well, ada cerita menarik ternyata di balik semua itu. Hartini ternyata sejak kecil diadopsi oleh orang Belanda dan dibawa kesana hingga dewasa. Keberadaannya di Indonesia enam bulan terakhir ini adalah bagian dari perjuangannya mencari ibu kandungnya: Kandari. Continue reading “Hartini van Rijssel”