Perbedaan pokok makna publik (public meaning) dalam masyarakat dengan nilai otoritarianisme dengan libertarianisme
Makna publik (public meaning) yang berarti kebenaran umum di masyarakat memandang bahwa nilai otoritarianisme dan libertarianisme termasuk ke dalam penjelasan teori normatif.
Otoritarianisme
Otoritarianisme dimaknai sebagai paham yang menjelaskan bahwa hakikat manusia merupakan kolektivitas, sehingga tidak dibenarkan adanya hak-hak individu. Masyarakat tidak perlu susah payah berpikir, sebab sudah ada aturan dalam sistem yang telah dibuat oleh kekuasaan yang berasal dari luar masyarakat tersebut. Masyarakat hanya menjalankan apa yang telah dibuat oleh kekuasaan yang sakral.
Sumber kebenaran yang dianut paham ini adalah normatif ideologis. Ia berada di luar kekuasaan manusia sehingga kebenarannya bersifat mutlak, absolut, dan tidak dapat diverifikasi. Jika realitas tidak sesuai dengan nilai yang dirumuskan penguasa, maka realitas yang dianggap salah. Otoitarianisme tidak menganut prinsip binary, selalu ada ordinat dan sub-ordinat.
Libertarianisme
Libertarianisme dimaknai sebagai paham yang menjelaskan kesetaraan atau binary. Masyarakat diakui memiliki hak-hak pembebasan atas dirinya sendiri. Setiap orang berhak melakukan sesuatu. Sehingga tidak ada intervensi begitu besar dari penguasa.
Prinsip kebebasan menuntut individu dalam masyarakt untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Prinsip ini mendorong kreativitas berpikir, dan kreativitas mengelaborasi segala potensi yang ada dalam dirinya. Konsep kebenaran pun berdasarkan realitas sosial yang ada.
Hubungan antara kesadaran etis dengan pembebasan individu sebagai landasan tindakan etis Menurut Jean-Paul Sartre, etika merupakan realisasi kebebasan melalui tindakan kita. Artinya kebebasan menjadi tujuan dasar kesadaran manusia. Kesadaran etis sangat berpengaruh dan berkorelasi positif dengan pembebasan individu sebagai landasan etis. Artinya, kesadaran etis mempengaruhi tindakan seseorang untuk mengambil keputusan terhadap kebebasan dirinya yang merujuk pada individu-individu di sekitarnya.
Kesadaran etis yang di dalamnya terdapat pengetahuan tentang hal yang baik dan buruk membentuk kebebasan individu yang bertanggung jawab (Poedjawijatna dalam Etika Filsafat Tingkah Laku, 1972: 16). Orang akan bebas atas dasar kesadaran etis akan tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya.
Perbedaan penerapan teori moral dan teori normatif dalam analisis etika
Penerapan teori moral dalam analisis etika
Teori moral menjelaskan hal-hal yang dianggap benar menurut kacamata individu. Teori ini juga berusaha memaknai kebenaran berdasarkan realitas yang ada. Persoalan moralitas menyangkut pertentangan yang terjadi antara kepentingan seseorang dengan kepentingan orang lain.
Sebagai contoh, seorang laki-laki yang menerobos lampu merah jika dilihat dari teori normatif pasti dihukum karena melanggar norma hukum positif. Namun, jika dijelaskan melalui teori moral, lelaki tersebut tidak bersalah sepenuhnya. Mungkin saja ada faktor lain yang menyebabkan ia berbuat seperti itu. Misalnya disebabkan isterinya yang hendak melahirkan sehingga membutuhkan waktu yang singkat untuk tiba di rumah sakit. Jika ia tidak menerobos lampu merah mungkin akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terhadap janin di perut isterinya.
Penerapan teori normatif dalam analisis etika
Teori normatif menjelaskan hal-hal yang dianggap benar dan dianut oleh masyarakat luas. Penerapan teori normatif berasal dari asumsi dasar 2 kategori yaitu otoritarianisme dan libertarianisme.
Segala macam bentuk tindakan-tindakan manusia merujuk pada apa yang dianggap benar oleh masyarkat, negara, dan makna publik. Kebenaran dimaknai dengan landasan normatif ideologis.
Sebagai contoh, seseorang yang melanggar lalu lintas akan terkena sanksi melalui norma hukum positif. Apapun motivasi atau alasan perbuatan tersebut, si pelaku tetap bersalah di depan kacamata hukum. Lagipula, bentuk pelanggaran yang dilakukannya tidak hanya berdampak pada lalu lintas secara umum, tetapi juga berbenturan dan mengganggu kepentingan orang lain.
Penjelasan penilaian etis terhadap suatu tindakan dipilah atas dasar: a. respon terhadap alter, b. bersifat imperative, dan c. dorongan nilai kultural; yang semuanya berhubungan dengan tanggungjawab dari masing-masing tindakan
Tindakan berdasarkan respon terhadap alter
Tindakan yang dilakukan atas dasar respon terhadap alter merupakan tindakan untuk memenuhi keinginan-keinginan orang lain melalui tindakan yang kita lakukan. Tanggung jawab atas tindakan ini tidak sepenuhnya diserahkan kepada pelaku. Sehingga mau tidak mau orang lain yang menjadi alter pun akan terseret untuk ikut bertanggung jawab atas tindakan yang kita lakukan tersebut.
Tindakan bersifat imperative
Tindakan yang bersifat imperative artinya tindakan yang dilakukan atas dasar tugas dan paksaan dari orang yang memiliki kekuasaan di atas kita. Sehingga konsekuensi tanggungjawab dari tindakan yang kita lakukan tersebut secara langsung tertuju kepada orang yang menyuruh atau menugaskan kita untuk melakukan tindakan itu.
Tindakan berdasarkan dorongan nilai kultural
Tindakan yang dilakukan atas dorongan nilai kultural merupakan tindakan yang didasarkan pada kebiasaan, adat-istiadat, dan kondisi sosial budaya yang sudah mengakar pada diri seseorang. Sehingga secara sadar, orang yang melakukan suatu tindakan akan bertanggung awab penuh atas tindakan-tindakannya.
Perbedaan antara tindakan seseorang dengan alam mistis yang digerakkan oleh mitos dengan tindakan yang digerakkan oleh takhayul
Tindakan seseorang yang digerakkan oleh mitos
Merujuk pada fungsi mitos, tindakan yang didasari oleh mitos memiliki arahan yang berfungsi mengarahkan kelakuan manusia dan menjadi pedoman untuk kebijaksanaan manusia (Van Peurson, strategi kebudayaan, 1976: 39). Dengan mitos, tindakan yang dilakukan oleh manusia bedasarkan kepercayaan akan adanya kekuatan-kekuatan ajaib yang turut mempengaruhi.
Mitos juga mempengaruhi tindakan karena memiliki manfaat yang antara lain memiliki motivasi jaminan masa kini. Seperti yang dicontohkan G. Van der Leeuw, di beberapa daerah di Indonesia ketika menjelang masa panen, pasti akan diadakan tari-tarian atau pesta panen.
Tindakan seseorang yang digerakkan oleh takhayul
Berbeda dengan mitos, tindakan yang digerakkan oleh takhayul tidak dapat dipertanggungjawabkan. Takhayul mengandung unsur mistis yang mengabaikan logika, rasionalitas, dan akal sehat. Sehingga terkadang takhayul justru membodohi suatu masyarakat.
Sumber Pustaka:
Kurtines, M. William dan JacobL. Gerwitz. (1992). Moralitas, Perilaku Moral, dan Perkembangan Moral. Jakarta: UI-Press
Makmurtomo, Agus dan B. Soekarno. (1989). Ethika (Filsafat Moral). Jakarta: Wirasari
Peurson, Van. (1988). Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
Poedjawijatna, I.R. (1972). Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: UI-Press
Makasih fikri… hehehehe. buat ujai etikom
gnmana kabarnya
eh sori…. ralat… “makasih fikri…”…. menjadi “makasih mas fikri…” maaf mas…ngantuk ni. nglembur etikom