Posted in Komunikasi

Study Kritis Praktik Kehumasan

 

Saya Lebih Memilih Pedang daripada Harus Berhadapan dengan Pers

-Napoleon Bonaparte-

 

HUMAS merupakan ujung tombak di setiap lembaga, institusi, organisasi, maupun perusahaan. Lembaga yang memiliki citra baik di mata masyarakat tentu memiliki humas yang baik pula. Karena di tangan humaslah segala macam informasi datang dan pergi. Melalui pintu gerbang ini setiap detil informasi bertandang silih berganti. Pun demikian dengan institusi, organisasi, maupun perusahaan. Nah, untuk contoh terakhirlah tulisan ini akan bercerita.

PT Freeport sebagai salah satu perusahaan besar tanah air kini tengah dililit masalah. Pelbagai tudingan disodorkan lewat aneka media. Mulai dari cetak, elektronik, hingga interaktif. Berikut akan dibahas permasalahannya:

 

Tanggung Jawab Sosial Humas PT Freeport

SEBAGAI perusahaan besar PT Freeport tentunya memakan dana operasional yang tidak sedikit. Banyak pos-pos pemasukan berikut pengeluaran yang juga varian. Untuk mengimbangi hubungan antara kerja-kerja perusahaan dengan kondisi sosial masyarakat sekitar, PT Freeport (harus) bertanggung jawab atas kehidupan sosial masyarakat (sekitar). Ini dilakukan mengingat PT Freeport secara kultural telah ‘memanfaatkan’ bumi mereka (baca: masyarakat Papua).

Namun, beberapa kasus yang belakangan muncul ke permukaan mengindikasikan betapa buruknya kinerja humas di sana. Terlepas benar atau tidak fakta di lapangan, toh tetap saja humas PT Freeport tidak berhasil meng-counter isu yang telah terwacana tersebut. Isu lingkungan berikut impak sosialnya telah membentuk citra miring terhadap perusahaan besar itu. Dari sini, tanggung jawab sosial perusahaan patut dipertanyakan.

 

 

Kesadaran Perusahaan akan Arti Penting Hubungan dengan Komunitas

TELAH dikemukakan di atas bahwa rantai permasalahan yang menimpa PT Freeport adalah rantai panjang yang kompleks dan melelahkan. Ada banyak faktor yang bisa dideretkan. Mulai dari faktor internal hingga eksternal perusahaan.

Perusahaan sangat tidak pandai memainkan peran sosialnya. Jika dianalogikan dengn sistem sosial, PT Freeport seperti seonggok individu yang antisosial. Ia, dengan segenap hartanya, berada di tengah gurun kelaparan dan ketidakberdayaan dalam sebuah sistem sosial. Menurut Kamanto, dalam Pengantar Sosiologi, ia berhasil memperuncing dikotomi kelas di sana. Tampak mencolok sekali kesenjangan antara kaum borjuis (dalam hal ini pemodal) dengan kaum proletar (kamum miskin Papua).

 

Bagaimana Perusahaan Memanfaatkan Opini Publik yang Berkembang

ISU yang telah mewacana di pelbagai ruang publik maupun media (baik cetak maupun elektronik) berimbas pada citra dan ke-percayadiri-an perusahaan. Lunturnya citra tersebut mempengaruhi kerja-kerja perusahaan. Aspek produksi dan distribusi dalam perusahaan sudah barang tentu terganggu. Hasilnya pun tidak akan maksimal mengingat masyarakat adalah faktor penentu atas kualitas perusahaan tersebut.

Untuk meng-counter isu yang kadung melebar tersebut seharusnya PT Freeport menyiapkan langkah-langkah taktis dan praktis. Dalam konteks ini, PT Freeport seharusnya telah mencari strategi komunikasi yang efektif untuk meredam isu yang telah meledak. Namun, dalam konteks ini, hal tersebut bisa dibilang terlambat. Yang patut dilakukan adalah mengadakan dialog kultural yang berkesinambungan. Di mana masing-masing pihak sama-sama diuntungkan dan dihargai, baik masyarakat pribumi maupun perusahaan.

 

Publik Sasaran Perusahaan

PUBLIK sasaran PT Freeport adalah masyarakat Indonesia yang jelas-jelas secara kultural pemilik lahan yang dijadikan objek tambang PT Freeport. Logikanya, untuk melunakkan ’hati’ mereka, PT Freeport harus menuruti ’kehendak’ mereka. Namun, langkah tersebut bukan berarti mengabaikan kepentingan perusahaan. Justru, langkah tersebut harus menunjang dan mengakomodir dua kepentingan yang tengah berlawanan itu. Selain masyarakat yang berdomisili di sana, PT Freeport juga harus memberikan perhatian lebih kepada kalangan akademis Papua yang (memang) kritis. Semisal mahasiswa ataupun kepala desa. Sehingga dengan pendekatan ’kalangan atas’ tersebut, isu-isu yang berimpak negatif atas perusahaan bisa diminimalisir.

Pun demikian dengan kalangan ’elit nasional’. Yaitu para pejabat yang berkepentingan atas kehadiran PT Freeport semisal Menteri Energi dan Pertambangan serta Menteri Lingkungan Hidup. Dengan berkoordinasi dan berkonsolidasi dengan kedua menteri tersebut, kemungkinan komunikasi efektif dapat berjalan dengan baik.

 

Upaya yang Dilakukan PT Freeport untuk Mempengaruhi Hubungan dengan Publik

SAYA lebih takut dengan media daripada dengan pedang. Itulah pernyataan dari Napoleon Bonaparte-pahlawan dari Perancis, bahwasanya menghadapi media merupakan pilihan terakhir dalam berhubungan dengan kepentingan publik. Media sangat berpengaruh besar dalam menggiring opini pubik. Di sini, yang seharusnya dilakukan oleh PT Freeport adalah menjalin hubungan baik dengan media-media sebagai saluran terbesar rantai komunikasi dan informasi perusahaan.

Hubungan yang baik dengan media tentunya akan berimbas pada citra yang baik (yang) akan dilayangkan media ke ruang dengar dan runag baca publik (masyarakat). Dari sini, minimal kerja-kerja perusahaan tidak terlalu cacat (walaupun mungkin sebetulnya terdapat banyak kekurangan). Setidaknya usaha ini mengeliminir dampak negatif yang terlampau ekstrim seperti saat ini di mana semua media seakan-akan berkonspirasi untuk menggulingkan perusahaan. Selain itu, humas bisa menggunakan media klasik semisal kuesioner. Dengan membuat kuesioner dan melakukan observasi langung di lapangan, serta mengkaji pengunaan media efektif untuk mengomunikasikan perubahan-perubahan yang mungkin radikal dilakukan oleh perusahaan.

Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan melakukan dialog terbuka antara pihak perusahaan, masyarakat Papua, serta pemerintah. Tentu saja pendekatan yang dilakukan tidak lagi dengan menggunakan aparat keamanan. Pendekatan yang paling cocok adalah dengan menggunakan pendekatan sosio cultural. Dalam pendekatan ini, humas harus mengetahui kondisi kultural masyarakat Papua.

Author:

He calls himself a simple social butterfly as he frequently engages in social media such as blogs and micro blogging. Indonesian living in Singapore.

2 thoughts on “Study Kritis Praktik Kehumasan

  1. saya setuju dengan langkah-langkah yang akan dilakukan tapi tidak hanya sampai disitu karena harus ada planning jangka panjang dan jangka pendek untuk mengembalikan citra yang positip.

Komen dong kakak...

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s