Posted in Diary, Indonesia, Travel, Umum

Kawah Ijen dan Ihwal Perjuangan

b5d2be62454bbca8d8dd12c192211cc8

FOTO di atas saya temukan di gathering Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indonesia yang dihadiri oleh teman-teman travel blogger Jakarta. Beban yang ada di atas pundak seorang bapak paruh bayah di sana kelak menjadi inspirasi saya menuliskan cerita tentang sebuah perjuangan. Sebuah mesin waktu yang membawa saya hingga sekarang.

Saya dilahirkan dari sebuah keluarga besar sederhana di selatan Sumatera. Sebagai anak ke 8 dari 9 bersaudara, rentang usia antara saya dan kedua orangtua begitu jauh. Seperti layaknya hubungan kakek nenek dan cucu-cucunya, (alm) ayah saya lahir di tahun 1929, sementara ibu saya di 1946. Saya sendiri dilahirkan ketika ibu berusia 40 dan bapak berusia 57.

Maka tak heran hubungan anak dan orang tua pada situasi ini tidak sedekat seperti pada kebanyakan keluarga harmonis Indonesia lainnya. Cukup dimengerti sih, karena ibu juga harus membagi perhatiannya ke sembilan anak-anaknya.

Kami tidak punya kamar. Ketika harus tidur, kami tersusun rapih di ruang tengah berukuran 4×4 meter persegi. Terutama anak laki laki yang tergeletak melintang layaknya ikan asin yang dijemur di bawah terik mentari. Setiap malam, setiap hari.

Jika membincang mimpi, sungguh saya tidak memiliki referensi. Saya tidak pernah membayangkan untuk bisa hingga di titik ini. Bapak dan ibu yang tidak tamat SD sudah cukup menjadi gambaran betapa pendidikan memang dinomorduakan.

Secara teori, sebagai anak termuda kedua di keluarga, saya sungguh tidak cukup memiliki energi positif untuk bermimpi melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kondisi ekonomi keluarga yang sulit serta tidak diprioritaskannya pendidikan menjadi satu-satunya alasan untuk bekerja begitu lulus SMA.

Ketika kecil, saya dihadapkan pada fakta bahwa beberapa dari saudara saya hanya mampu menyelesaikan pendidikan di jenjang SMP. Paling tinggi tingkat SMEA dan SMA. Saya tidak punya banyak pilihan bahkan untuk sekedar bermimpi, bukan?

Kondisi ini tidak kemudian membuat saya berdiam. Saya merasa ketidaknyamanan yang dititipkan Tuhan adalah sebuah tantangan yang harus diperjuangkan.

Maka ketika saya melihat foto di atas, serta merta beban yang ada di pundak bapak itu membawa saya pada ingatan masa lalu. Keindahan Kawah Ijen menyimpan sejuta kisah perjuangan yang mengharukan yang harus dilalui para penambang belerang di sana.

Semangat masyarakat sekitar kawah yang berada di puncak Gunung Ijen di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur itu begitu hidup. Perjalanan menuju salah satu kawah paling asam terbesar di dunia ini harus ditempuh sepanjang 3 km.

Saya sungguh tidak pernah membayangkan sekeras apa perjuangan yang mereka lakukan demi hidup. Mereka harus naik turun kawah dengan membawa pikulan berat. Alih alih memikirkan pendidikan tinggi seperti yang saya alami waktu kecil, persoalan perut rasa-rasanya belum rampung dikhatamkan.

Suhu kawah yang dapat mencapat 200 derajat celcius tentu menjadi salah satu tantangan sekaligus ancaman bagi para penambang salah satu  kawah paling asam terbesar di dunia ini. Dengan tingkat keasaman yang mendekati nol, kawah ini dapat melarutkan pakaian bahkan tubuh manusia dengan cepat.

Maka tak heran kehidupan para penambang di kawah ini sungguh dekat dengan maut. Selain resiko jatuh, mereka harus menghirup asap belerang yang beracun dari jarak yang sangat dekat setiap harinya. Bahkan saking berbahayanya, konon rata-rata penambang terkena penyakit paru-paru pada usia 30 tahun.

Saya merasa, perjuangan bapak yang ada di foto di atas menggambarkan apa yang saya lalui hingga di penghujung tahun nanti. Komitmen dan kerja keras menghantarkan saya pada sebuah cita-cita untuk kehidupan yang lebih baik. Saya ingin sekolah lagi. Saya ingin punya kamar pribadi.

Saya ingin berbagi mimpi dan energi dengan keluarga kecil di masa depan nanti. Karena apa yang saya alami hari ini, adalah potret kecil bahwa kehidupan memang harus diperjuangkan dan dilalui.

Hari ini, saya tidak pernah membayangkan beasiswa demi beasiswa membawa saya berhasil hingga lulus kuliah. Mendapat pekerjaan yang baik di ibukota dan kelak tahun depan akan bersekolah strata dua di Eropa.

Dan entah bagaimana kabar para penambang belerang di sana? Lalu sampai di mana perjuangan teman-teman menggapai angan?

DSC_3702
Bersama Ibu, kakak dan adik tercinta. Mereka adalah perjuangan.

 

Sumber foto Penambang Belerang Kawah Ijen: Widham Fransyah

 

 

Author:

He calls himself a simple social butterfly as he frequently engages in social media such as blogs and micro blogging. Indonesian living in Singapore.

9 thoughts on “Kawah Ijen dan Ihwal Perjuangan

  1. gak salah pilihanku menggagumi kakak dan beruntung mengenal seorang defickry :’) kereenn kaa! *berasa nengok ke diri ini kebelakang buat maju didepan*

Komen dong kakak...

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s