Posted in Puisi

Dua – Dua

Aku mencintaimu Rhein:

Kau tahu, butuh seratus hari

Untuk mengatakan ini. Butuh lima puluh tujuh pertimbangan

Tuk ungkapkan perasaan ini

Dan butuh segunung nyali untuk menggerakkan lidah ini

Aku menyayangimu…

Aku hanya butuh jawabmu, karena aku mencintaimu seperti titik

Dan aku hanya butuh kata ‘iya’mu

Jikalau yang terangkai adalah tidak,

Tenang saja: aku akan sangat bahagia tiada kecewa

Karena setidaknya aku berhasil menjadi manusia penuh cinta:

Berhasil mencintaimu apa adanya

Tanpa kecewa dengan ‘tidak’ jawabnya

Aku terus mencintaimu

Entah sampai kapan…

 

Jogja, 25 Des 04

________________________________________________________________________

 

Atas nama cinta:

Aku butuh substansi

Bukan nasi basi yang dikebiri

Aku mau teriak di luar sana

Sudah bosan dengan aturan mereka

Sok ideal dan sempurna

Aku mau bebas lepas

Tak mau terkekang

Aku ingin membangkang

Di tempat berkubang

Diselingi suara sumbang

 

Jogja, 26 Des 04

 

 

 

Persahabatan kita adalah seperti

Untaian tali

Kita berada di tiap ujungnya

Dan jika untaian itu harus lepas

Pasti lenganmulah

Yang tak kuasa menahan ujungnya: bukan lenganku.

 

Jogja, 26 Des 04

 

 

 

Mereka terlalu sibuk dengan urusan dan

Pekerjaannya

Terlalu naïf untuk urusan perut mereka

Sementara aku

Masih berjalan di tempat

Ditarik ulur oleh mereka berempat:

Aku mati

Aku mati

 

Jogja, 1 Januari 05

 

 

 

Putih dan tenang: lugu

Hamparan dalam lumat senyap

Dari atap-atap langit serambi

Meneriakkan ribu getar

Menembakkan juta debar

 

Jogja, 7 January 05

 

 

Ohhhmmmmmmmmmm

Ohmmmmmmm

Ohmmm

Pelan-pelan berhenti satu oktaf

Samar dalam senyap jantung

Beriak khidmat

Nyanyian duka dalam tawamu dan-dan

 

Jogja, 7 Jan 05

 

 

Pertama dalam ujung haru

Didamba dan dipuja selalu

Dalam batin aku hanya mencoba

Dapati satu luka tak kunjung reda

Bait-lah lewat satu dua kisah sedih dan pilu

Zaman-zaman lalui gunung es

Peri cantik hanya geli melirikku

Seorang pemuda tak tampan hanya menunggu lesu

Kepingan harap hanya jadi sembilu

Lereng-lereng terasa jurang yang terjal dan membatu cadas

Semakin kuat dan tak bersahabat

Dulangan itu masih gamang

Masih terbuka untuk hamba sahaya

Masih terbuka

 

 

Jogja 7 jan 05

 

 

 

Centil dan sok seksi

Body gitar ngaku biola

Sedang-sedang saja

Buncit besar menelanjangi nafsu

Bersetubuh kesedihan merobek luka

Membasahi air mata

Meniduri punggung-punggung

Berjalan diatas awan

Pura-pura berjalan

 

 

Jogja 7 jan 05

 

 

 

Hembusan memekak

Dua ibis terbang berarak

Awan hitam lesu perak

Mana langit bumi di bawah

Artinya adalah subuh

Dua duri direnyah tulang

Memicu adrenalin

Memicing mata belasan kedip

Napas sesak

Napas sedak

 

Jogja, 10 January 05

 

 

 

 

Jantungku lapar. Paruku sesak. peluh hydrogen

Epidermis sekarat. Vena-vena kebingunan di jaringan empat tingkat

Ruh salah sasar mewabah dalam kurun waktu tak terhingga.

Denyut jalan lagi. Nyanyi-nyanyi senda gurau.

Dalam buaian kupingmu sayang

Aku hilang lepas berpulang

Lalu selaksa kata terpaut lidah

Loncat senyuman lewati duri najis-najis. Burung mati tempat mengiris.

Di pinggiran kali jiwaku terbenam. Keramasi asmara dalam buai adikku saying.

 

Jogja, 11 January 05

 

 

 

Khatulistiwa mulai melengkung

Bersekat-sekat dalam gugusan rimba

Maya dalam nyata kian gamang

Manusia pendosa tak berpaling jua

Hanya Tuhanlah murka

Mendapat hamba di luar batas

Manusia tersingkir karena kikir. Manusia lemas karena malas. Manusia bengong karena sombong. Manusia takut karena kalut. Manusia hanya menyesal karena bingsal.

Tak tahu apa yang harus diakukan

Mau kemana jasad dibawa lari

Adakah langit di luar sana

Adakah tanah lain di luar kuasa-Nya

Adakah tuhan lain selain-Nya

Maka tanyalah,

Tunggulah azab-Nya

 

Jogja, 11 january 2005

 

 

Hus-hus-hus

Kucingku pergi membawa tikus

Ci cit ci cit cuit

Burung-burung berdendang sedikit

Mbeeeeeeeeeeeeeek

Kambingku membangunkan mak ambek

Arrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrgh

Suara manusia rakus nan laparrrrrrrrrgh

Nayanyian hati bu…dukanya siapa??

 

Jogja, 1 january 05

 

 

Kemarin aku hanya bisa menangis

Kemarin aku hanya bisa tersedan

Sesaat kemudian aku hanya bisa bertahan

Menunggu pertolongan dan tangan Tuhan

Aku menunggu biar berpelan

 

Hari ini aku tekad berjalan

Tertatih walau cuma satu kaki

Mengharap ridho ilahi rabbi

Penyeka duka penghirup dosa

 

Besok aku mau berlari

Menyanyi-nyanyi ayat bersuci

Cukuplah sudah hamba berperih

Tepian sedih oh..berpulanglah

Lagipula hari besokkah ada?

 

Dan lusa lain lagi

Aku mau makan kopi dan terbang

Berjuta kopi di ladang tua

Tinggal menuai aroma saja

Ah sudahlah aku hendak lengang

Hendak pergi dengan dosa ini

Basuh hati tuk Maha Suci

Aku mau bertahan tuk kemudian berlari

Terbanglah tinggi aku.

 

Jogja, 11 januari 05

Author:

He calls himself a simple social butterfly as he frequently engages in social media such as blogs and micro blogging. Indonesian living in Singapore.

One thought on “Dua – Dua

Komen dong kakak...

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s