Seruan malam menjamah pekat
Teruntuk maha pekat haluan sesak
Runtuhan pedih. Gelap nan lumat
Aku serat sarat sekat
Ranah-ranahku lekat
Pekat jiwai sukma
Pelan-pelan
Jogja, 16 Okt 04
Masih berjalan di jalan-Nya
Kemarin, imanku penat
Anjing-anjing di luar sana bernafsu dengan jejakku
Mencoba menggauli tingkahku yang mulai bermakna
Sejenak tergoda dengan gonggongan merdunya,
Dan maha pengasih _Dia masih menuntunku dari
Godaan anjing-anjing tadi…fisabilillah
Jogja, 18 Okt 04
Kemarin dia dating
Hijab itu tengah merevolusinya menjadi
Hamba Allah. Seutuhnya
Semampunya ia mencoba
Itu saja
Jogja, 18 Okt 04
Hari ini aku kusut lagi
Benar-benar tak bernafsu
Hari ini darahku bingung lagi
Entah kenapa jihad ini terhenti
Padahal sepotong kalimat
Kemarin lumat oleh ayat-Nya
Namun berulang dari tempatnya bermula
Aku bingung, imanku meragu
Bertanya-tanya pada sang tahu
Dan akhirnya aku tahu
Haya aku yang tahu diriku
(menemukan ilalang yang sudah lama tak senam)
Jogja, 20 Okt 04
Kemarin aku bebas dari doktrin
Paranoid distubuhi liberalisasi diri
Termaktub dalam imajinasi, dan aku pikir
Berpikir yang membebaskan
Kemarin, aku bermuka dengan aufklarung
Bersinggungan dengan bifurkasi tak berujung
Entah sampai kapan
Kemarin, simulakrumku lenyap
Pengap dalam napas senyap
Aku bebas…lepas
Thanx God
Jogja, 23 Okt 04
Kamu itu unik
Seunik pijaran karunang di gelap hari
Lalu maya berlari ke peraduannya
Berharap lelap dalam nyanyi-nyanyi
Kamu itu unik
Seunik dirimu yang kian terusik
Jogja, 2 Nov 04
Telah dimulai sore itu
Memutarkan gerobak yang bertumpu di dua lingkaran
Terpampang jelas: jejeran bungkusan-bungkusan
Nasi kucing, sate usus, tahu tempe, kue, dan…dan…
Yang dikuasai kakek jangkung berkacamata hitam
“es the loro, pak!” mampir dua pemuda
Sejurus kemudian jari-jari kakek itu
Menari antara air panas, gula, the, sendok
Gelas, dan sedikit goyangan linggok
“mongo mas,” ujarnya
Sejurus kemudian lidah-lidah tiba-tiba
Berrelaksasi. Seiring kedipan mata-mata lapar
“sampun, pak. Nasi kucing loro, sate usus siji, tahu loro
Tempe telu. Piro iki?” dua pemuda tadi
“Tili ngewu songo ngatus,” ujar sang kakek
Nasi kucig, sate usus, tahu tempe, kue, dan…dan…
Berjejer rapih di atas kotak yang bertumpu di dua lingkran
Bernama lengkap: Angkringan di sore hari depan gelanggang
Jogja, 4 Nov 04
Mereka masih sibuk dengan caranya berjalan
Aku terseok ketika meniti
Sejurus kemudian mereka limbung
Namun, aku tetap sepi
Ketika mereka mencari maya sendiri
Aku mati
Aku mati
Mereka berdiri
Jogja, 22 Des 04
Ketika dasar kenaifanmu goncang
Maka otakmu berada di persimpangan
Hitam atau putih yang kau pilih
Tanyalah, saat itu pun
Tendensi otakmu kan berjalan
Di bawah sadar
Saat itulah hati akan berkuasa atas putusmu
Maka kamu akan tahu,
Menang atau kalah teman!
Jogja, 22 Des 04