SERINGKALI beberapa orang menganggap keadaan saya saat ini begitu menyenangkan. Sebagian dari mereka kerap mengira apa yang saya rasakan saat ini sudah berada pada level ideal. Mempunyai pekerjaan yang selaras dengan hobi dan minat, beraktivitas luar kantor yang cukup menarik serta memiliki waktu yang cukup fleksibel untuk liburan dan jalan-jalan. Ah padahal…. *suasana mendadak hitam putih*
Lulus di awal tahun 2009 dengan nilai akademis yang cukup baik serta dibekali dengan pengalaman organisasi yang mumpuni ternyata tidak menjadi awal yang indah bagi saya. Butuh 6 bulan menghabiskan tabungan pribadi untuk menyambung hidup dengan status pengangguran. Well, nilai akademik saya tidak cukup berhasil meyakinkan perusahaan-perusahaan besar itu meskipun sebelum lulus kuliah saya sempat kerja full-time di DetikCom Jogja.
Coba baca postingan saya di sini. Baca dan rasakan getir pahitnya ditolak sana-sini. Tidak diinginkan, tidak dipedulikan dan merasa tidak diakui pencapaiannya. Pernah merasakannya? Saat di mana kamu merasa bersinar namun ternyata kilauannya tak cukup mampu menarik perhatian? It just simply sucked, buddy. Seriously. Pedih… Sekali…. *mulai lebay* Apalagi ketika mendapati fakta bahwa teman-teman kampus yang secara akademis dan kemampuan biasa-biasa saja sudah mulai menyebar kartu nama jika bersua? Aduh… pedihnya udah gak kebayang, pemirsa! Ego sebagai salahsatu mahasiswa berprestasi diuji seberat-beratnya di situasi ini. *nguras airmata*
Anywaysssss, I was just trying to say bahwa ada banyak hal yang saya lewati. Belasan folder pekerjaan menumpuk di hardsik laptop saya waktu itu. Berbagai CV dan beragam surat lamaran melayang silih berganti. Interview sana-sini, hingga terbang bolak balik dari calon user satu ke user lainnya. Mulai dari bank, NGO, MNC, food and beverage, hingga retail yang saya dapat dari berbagai sumber: teman dekat, network kampus, hingga langsung dari portal lowongan kerja di sini. Coba deh lihat screenshot folder di bawah ini 😀
Namun tepat di bulan ke 6 menganggur, keajaiban pun datang. Tepat ketika saldo tabungan saya hinggap di angka 500 ribuan. Tepat ketika menyambung uang sewa kos-kosan dan menunda lapar begitu sukar. Maka saat itu pula saya langsung dipinang oleh ACICIS Jogja, salahsatu lembaga non-profit Australia yang berkantor pusat di Perth, Australia Barat.
Salahsatu alasan mereka meminang adalah pengalaman 1 semester saya saat belajar di University of Canberra di 2008. And it was fun… my day to day activities was dealing with Australian students dengan berbagai dinamika akulturasi budaya Jogja dan Australia. I spent about 1,5 years di kantor kecil ini. I learnt a lot, I learnt so much.
Tepat di April 2011 lalu, saya kemudian menguatkan tekad untuk berhijrah ke ibukota. Salahsatu rekan kerja saya di ACICIS yang pernah bekerja di UN (United Nations) begitu menginspirasi saya untuk maju dan bertumbuh. Maka di bulan itu pulalah saya secara resmi bermigrasi dan bekerja untuk United Nations.
Moment ini adalah kali pertama saya membangun karir di ibukota. Moment di mana saya menelan mentah-mentah perkataan saya sendiri yang awalnya sangat alergi dengan kosa kata Jakarta. Satu-satunya alasan saya akhirnya pindah adalah karena menjadi bagian UN merupakan salahsatu mimpi yang saya tulis di pintu kos-kosan di tahun 2008.
Maka selama 1 tahun bekerja, Jakarta dengan berbagai dinamikanya cukup mampu menaklukkan kekhawatiran saya tentang centang perenang hutan beton ini. Ia cukup berhasil mengubah pandangan saya tentang sebuah kota yang awalnya terasa tidak manusiawi menjadi kota yang begitu menyenangkan dan ngangeni. :p
Berbekal dengan minat yang besar terhadap internet dan social media serta “berprofesi” sebagai blogger, ternyata memberikan keuntungan dalam mengakselerasi kemampuan saya untuk berjejaring di kota ini. Tepat di bulan terakhir saya bekerja di UN, seorang rekan blogger meminang saya untuk bekerja di tempat yang hampir dua tahun belakangan ini saya geluti.
Secara sepintas, pekerjaan saya akan sangat terdengar “development” sentris, berkaitan erat dengan isu-isu sosial, pendidikan maupun pemberdayaan masyarakat. That is true. That is exactly what the foundation does. Tapi mengenai specific role of mine sendiri, justru tidak berhubungan langsung dengan program-program sosial tersebut. Pekerjaan saya sangat kekinian. Sangat up to date, even it’s alive at the real time, yakni sebagai Digital and Social Media guy!
In short, pekerjaan yang saya tekuni mengharuskan saya bekerja dengan berbagai hal yang berbau digital, mulai dari planning, eksekusi, hingga evaluasi. Bertemu dengan tim marketing yang super ciamik serta teman-teman program yang menginspirasi. Inilah yang kemudian sangat membuat saya tersenyum bahagia setiap hari.
Jika ditanya passion saya di mana dan apa, maka dengan lantang saya akan menjawab 2 hal, yakni digital marketing dan development. Maka bekerja di Digital Department pada sebuah foundation yang bergerak di bidang social business adalah sebuah jawaban. What a perfect job, right? Setidaknya sejauh ini saya menikmati dan berkarya dari hati.

Again, apa yang saya alami hingga titik ini tidak terlepas dari usaha dan doa. Sepintas orang mungkin tidak pernah tahu perjuangan dan kisah-kisah yang kita alami dari tahun ke tahun sebelum kini. Pengorbanan dan ketekunan tentu membutuhkan jam terbang dan konsistensi. Saya pikir siapapun di planet ini berhak untuk mendapatkan pekerjaan terbaik yang diangani, bukan?
Kalau dulu saya sempat berburu info lowongan kerja dalam satu folder penuh, maka bagaimana buat teman-teman yang sedang dan atau baru berproses? Mengutip seorang rekan blogger perihal meraih cita, “mari beri kaki pada mimpi”, ucapkan sekali lagi dan mulai mencari di sini. Semoga sukses, rekan!
prosesmu menginspirasi akoh kak…
wahihihi.. blogpostmu juga kakak 😀
Halo Fik,
Apa Kabar 🙂 senang lihat tulisan ini, mari terus belajar dan memberi manfaat bagi lingkungan sekeliling kita, insyaAllah akan berkah untuk karir dan kehidupan kita Aamiin.
huaaa.. purbo… amin..smeoga bermanfaat dan menginspirasi 😀
*kirim aplikasi*
*biar ada kerjaan*
#lhoh
ke gmail gua aja pul… ini ada lowongan :p
Daku kira kamu mau buka lowker di kantormu Fick hehehe… 😛
ada kok.. coba buka di http://www.sampoernafoundation.org bagian career :p
cek TKP 🙂
Love this post Fik, good job
thanks 😀
BTW baru tau kl Nila Tanzil pernah atau bekerja di SPF ^^
dia bos gue duluuuuu hihi..
Seneng rasanya kalo tau ada orang dengan pengalaman yang mirip, walaupun pencapaian blm setinggi Kak Fikri sik. hehe..
Thanks for sharing kak 🙂
semangaaat 😀
Salam Kenal, baru nemu nih blog kamu.
Aku punya cerita hidup yang cukup sama kayak kamu.
Tahun 2008 aku lulus SMA lanjut kuliah di Australia di bidang Community Welfare dengan modal dengkul aja. No money to survive, only for tuition with no friends and family.
Long story short, Dalam jangka waktu 4 tahun aku bisa bekerja di Perusahaan Pendidikan Multi Nasional yang punya cabang di daerah Slipi.
Well, aku merasa terinspirasi aja sama tulisanmu. Keep writing…
Dhana
blogpassio.wordpress.com
Thanks Dhana… that’s true.. mampir juga ke blogmu yah…
thank you. Maaf blogku masih cupu, baru mulai nulis nih….
yg penting konsistensi sih.. lah aku juga kadang males…bahan masih banyak tapi ya itu hahhaa…
hahahahaha….
Bahan banyak, tapi kadang lupa…
Kebetulan aku pernah dengar cerita ini langsung darimu. Ya you know lha aku mau bilang apa. Sukses buat kitaaa! :’)
iya yaaa…waktu itu sama simbok juga di senayan city hihihi…
bersyukurlah ..
karena masih diberi masa untuk bertobat …
errrrr…. *keplak*
fiiiik… #kode
nikoooooo… ah…
Wah asik bgt ceritanya. Alhamdulillah ternyata masih konsisten dengan blognya. Moga aja tidak lupa dengan saya teman lama blogger dari jogja, hahaha. Selamat dah sukses ya Fik atas proses dan pencapaiannya…
waaaaah…. masih inget dong.. tmn2 blogger jadul hahhaa… thank you ya 😀
kalo gitu saya masih dalam proses untuk bekerja sesuai dengan cita-cita, yaitu… buka lapangan pekerjaan sendiri.. entah itu cafe, toko buku, atau sejenisnya..
Wah, sepertinya masa awal mencari pekerjaan itu berat ya kak :’)